Menurut Ashar, dalam kacamata sipil, bangunan publik sepatutnya memiliki kinerja yang sudah diatur dalam peraturan.
"Untuk memastikan kinerja itu tercapai, terdapat sejumlah tahapan yang harus dipenuhi, termasuk proses perizinan melalui Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)," kata Ashar dalam keterangannya, Rabu, 8 Oktober 2025.
Ashar menerangkan, sudah ada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2021 tentang Bangunan Gedung, termasuk PBG, yang menetapkan serangkaian tahapan evaluasi mulai perencanaan, pelaksanaan, hingga fungsi bangunan. Ketika proses ini dilewati, maka tidak ada yang memeriksa struktur dan kekuatan bangunan dengan sesuai. Akibatnya, kinerja bangunan bisa jauh dari standar keselamatan yang seharusnya.
"Sayangnya, banyak lembaga pendidikan dan pondok pesantren yang mendirikan bangunan tanpa melewati tahapan ini," ujarnya.
Dari hasil pengamatannya, Ashar menilai kemungkinan besar bangunan mushola yang runtuh masih berada dalam proses konstruksi dan sudah digunakan untuk aktivitas lain.
Kondisi ini sangat berisiko lantaran struktur bangunan belum sepenuhnya stabil. Selain itu, diduga proses pengecoran belum sempurna, padahal bangunan masih membutuhkan penopang.
Faktor lain yang mungkin memperburuk kondisi adalah penambahan lantai bangunan tanpa perhitungan ulang struktur. Ashar menjelaskan bahwa bangunan yang awalnya dirancang satu lantai tentu tidak bisa menanggung beban tambahan begitu saja.
"Bangunan yang tadinya hanya satu lantai kemudian ditambah-tambah tentu saja kapasitasnya tidak mampu," katanya.
Soal pilihan penggunaan struktur beton maupun baja, menurut Ashar, keduanya bisa digunakan asal memenuhi target kinerja struktur sesuai standar teknis.
Namun, ia mengakui material baja memiliki keunggulan dari sisi konsistensi mutu karena diproduksi secara industri dan terstandarisasi. "Keduanya tetap sah digunakan asalkan perencanaannya tepat dan pengawasannya benar," ujarnya.
Disamping itu, Ashar menekankan penting langkah bersama dalam menyusun roadmap evaluasi bangunan pendidikan dan pesantren, kendati, tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat.
Namun, roadmap ini perlu disusun bersama lintas kementerian/lembaga, balok Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan, dan stakeholder terkait lainnya.
"Kemudian mungkin organisasi kemasyarakatan yang menaungi pondok pesantren itu," tuturnya.
Tak lupa, ia mengingatkan bahwa jasa pondok pesantren dalam mencerdaskan bangsa sangat besar sehingga keselamatan para santri menjadi prioritas utama. Terlebih bangunan pesantren berisiko tinggi karena menampung banyak orang.
"Kejadian ini, terlebih aspek keselamatan, tidak boleh dianggap takdir, melainkan dapat dicegah melalui perencanaan dan pengawasan yang baik," tukasnya.

